MAKALAH KURANGNYA KESADARAN DEMOKRASI DALAM PEMILU DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Salah satu perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yaitu diberikan pengakuan kepada
rakyat untuk berperan serta secara aktif dalam menentukan wujud penyelenggaraan
pemerintahan tersebut. Sarana yang diberikan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
tersebut yaitu diantaranya dilakukan melalui kegiatan pemilihan umum.
Di dalam Undang-Undang terbaru yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Pemilu yaitu UU No. 15 Tahun 2011 disebutkan dalam Pasal 1
angka 1 bahwa Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang
diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adanya
pengertian yang demikian ini sesungguhnya juga harus dimaknai bahwa pelaksanaan
pemilihan umum di Indonesia bukan hanya kongritisasi dari kedaulatan rakyat
(langsung, umum, bebas, dan rahasia), tetapi lebih dari itu yaitu menghendaki
adanya suatu bentuk pemerintahan yang demokratis yang ditentukan secara jujur
dan adil.
Demokrasi mempunyai arti penting dalam suatu
negara untuk menjamin jalannya organisasi suatu negara. Demokrasi sebagai dasar
hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat
memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya termasuk
dalam menilai kebijkansanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Demokrasi dalam
negara hukum formal menimbulkan suatu gagasan tentang tata cara membatasi
kekuasaan pemerintah melalui pembuatan konstitusi, baik tertulis maupun yang
tidak tertulis. Hal ini dilatarbelakangi dengan isu saat itu bahwa masalah hak
politik rakyat dan hak asasi manusia secara individu merupakan dasar pemikiran
politik dalam ketatanegaraan.
Pemilihan
umum (pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik tertentu. Jabatan-jabatan
tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden , wakil rakyat di berbagai tingkat
pemerintahan, sampai kepala desa . Pada konteks yang lebih
luas, pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua osis atau ketua kelas , walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih
sering digunakan.
Sistem
pemilu di Indonesia tidak terlepas dari fungsi rekrutmen dalam sistem politik.
Mengenai sistem pemilu norris menjelaskan bahwa rekrutmen seorang kandidat oleh
partai politik bergantung pada sistem pemilu yang berkembang di suatu negara.
Di Indonesia, pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) menggunakan
sistem proporsional dengan daftar terbuka.
Inti
persoalan pemilihan umum bersumber pada dua masalah pokok yang selalu dipersoalkan
dalam praktek kehidupan ketatanegaraan, yaitu mengenai ajaran kedaulatan rakyat
dan paham demokrasi, di mana demokrasi sebagai perwujudan kedaulatan rakyat
serta pemilihan umum merupakan cerminan daripada demokrasi. Kegiatan pemilihan
umum (general election) juga merupakan salah satu sarana penyaluran hak
asasi warga negara yang sangat prinsipil. Oleh karena itu, dalam rangka
pelaksanaan hak-hak asasi warga negara adalah keharusan bagi pemerintah untuk
menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan jadwal
ketatanegaraan yang telah ditentukan. Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat
di mana rakyatlah yang berdaulat, maka semua aspek penyelenggaraan pe milihan
umum itu sendiri pun harus juga dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya.
Oleh karena itu, dalam makalh ini penulis akan mengulas lebih dalam lagi
masalah mengenai sistem pemilu di Indonesia , hak pilih warga dalam pemilu dan
kelebihan dan kekurangan sistem pemilu di Indonesia .
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Sistem
Pemilu Indonesia sebagai
negara Demokrasi dalam penegakan kedaulatan rakyat?
2.
Bagaimana hak pilih warga Negara dalam pemilu di Indonesia?
3.
Apa kelebihan
dan kelemahan sistem
pemilu yang dianut oleh Indonesia?
4. Bagaimana
solusi untuk mengatasi masalah money politic akibat kelemahan
sitem pemilu
di Indonesia?
1.3. Tujuan Penulis
1.
Memenuhi tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.
2.
Mendiskripsikan sistem pemilu di Indonesia sebagai Negara
demokrasi dalam penegakan kedaulatan rakyat.
3.
Mengkaji masalah hak pilih Warga Negara dalam pemilu di Indonesia
4.
Mendiskripsikan kelebihan dan kelemahan sistem pemilu di Indonesia.
5.
Memberikan solusi untuki mengatasi masalah money
politic akibat
kelemahan sistem pemilu di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sistem Pemilu Indonesia sebagai
Negara Demokrasi dalam Penegakan
Kedaulatan Rakyat
2.1.1. Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
Demokrasi pertama-tama gagasan yang mengandaikan bahwa
kekuasaan itu adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam pengertian yang
partisipatif demokrasi bahkan disebut sebagai kekuasaan dari, oleh dan bersama
rakyat. Dan oleh karena itu rakyatlah yang menentukan dan memberi arah serta
yang sesungguhnya menyelenggarakan sesungguhnya kehidupan kenegaraan. Hal itu tentu tidak mungkin dapat dilaksanakan karena
mengingat jumlah penduduk, luas wilayah dan kompleksitas permasalahan pada
negara sekarang ini adalah tidak mungkin semua rakyat akan ikut memerintah.
Oleh karena itu demokrasi hanyalah dunia ide dan bukan dunia nyata sebagaimana
diajarkan Plato, karena terjadi perbedaan yang cukup
dalam antara das Sein dan das Solllen. Hal itu dibuktikan setiap
negara modern sekarang ini menyatakan negaranya adalah negara demokrasi, tetapi
kenyataannya terdapat perbedaan partisipasi rakyat dalam negara yang menamakan
dirinya demokrasi tersebut.Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi bukan ditentukan pada besarnya partisipasi
rakyat, melainkan ditentukan oleh kualitas pengambil kebijakan negara. Kaum
petani, buruh, dan pedagang yang pekerjaannya setiap hari bekerja untuk mencari
nafkah memenuhi kehidupan keluarga setiap hari, tidak sempat nonton televisi
dan baca media lainnya, tentu tidak tahu dan tidak akan mengerti tentang
negara, tentang bagaimana cara mencapai tujuan negara, yang dia tahu adalah
bagaimana kebutuhannya terpenuhi dan anaknya dapat sekolah. Dan keterlibatan mereka
untuk menentukan kebijakan Negara adalah tidak bermanfaat, karena dia akan
dijadikan alat legitimasi dari para politis yang punya tujuan politik tertentu.
Oleh karena itu kualitas demokrasi tidak ditentukan oleh banyaknya orang yang
mengambil keputusan negara melainkan ditentukan oleh kualitas orang-orang yang
mengambil keputusan negara. Dan untuk itu diperlukan adanya pembatasan terhadap
orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan negara.
Keadaan yang demikian menghendaki kedaulatan rakyat
dilaksanakan dengan cara perwakilan, atau yang sering disebut dengan demokrasi
perwakilan atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy).
Wakil-wakil rakyat bertindak atas nama rakyat, baik itu dalam menetapkan tujuan
negara (baik jangka panjang maupun jangka pendek), corak maupun sistem
pemerintahan. Konsekuensi dari kedaulatan rakyat yang diwakilkan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat, adalah harus adanya mekanisme bagaimana mekanisme dapat
dilaksanakannya kedaulatan rakyat tersebut kepada wakil rakyat. Untuk keperluan
itulah diselenggarakan pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala.
Penyelenggaraan demikian menjadi penting karena beberapa alasan. Pertama,
pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam
masyarakat bersifat dinamis, dan berkembang dari waktu ke waktu. Kedua, kondisi
kehidupan bersama dalam masyarakat dapat berubah, baik karena dinamika dunia
internasional maupun karena faktorfaktor dalam negeri. Ketiga, perubahan
aspirasi dan pendapat rakyat juga dapat dimungkinkan terjadi karena pertambahan
jumlah penduduk/rakyat yang dewasa sebagai pemilih baru (new voters). Keempat,
pemilihan umum perlu diadakan secara teratur dengan maksud menjamin terjadinya
pergantian kepemimpinan negara, baik di bidang legislative maupun eksekutif.
2.1.2. Sejarah Pemilu di Indonesia
Sebelum mengulas lebih lanjut mengenai pemilu
di Indonesia sebagai negara demokrasi dalam kedaulatan rakyat, alangkah
sebaiknya kita tahu sejarah sistem pemilu di Indonesia. Sampai tahun 2009
bangsa Indonesia sudah sepuluh kali pemilihan umum diselenggarakan, yaitu dari
tahun 1955, 1971, 1977, 1982,
1992, 1997, 2004 dan terakhir 2009. Semua pemilihan umum
tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacum, melainkan
berlangsung didalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum
tersebut. Dari pemilu yang telah dilaksanakan juga dapat diketahui adanya upaya
untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada
masa ini pemilu dilaksanakan oleh Kabinet Baharuddin harahap pada tahun 1955.
Pada pemilu ini pemungutan suara dilakukan dua kali yaitu yang pertama untuk
memilih anggota DPR pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante
pada bulan Desember. Sistem yang digunakan pada masa ini adalah Sistem
Proporsional.
Dalam pelaksanaannya berlangsung dengan khidmat dan sangat demokratis
tidak ada pembatasan partai-partai dan tidak ada usaha dari pemerintah
mengadakan intervensi terhadap partai kampanye berjalan seru. Pemilu
menghasilkan 27 partai dan satu perorangan berjumlah total kursi 257 buah. Namun stabilitas politik yang sangat
diharapkan dari pemilu tidak terwujud. Kabinet Ali (I dan II) yang memerintah
selama dua tahun dan yang terdiri atas koalisi tiga besar: Masyumi, PNI, dan NU
ternyata tidak kompak dalam menghadapi beberapa persoalan terutama yang terkait
dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah
pencabutan maklumat pemerintah pada bulan November 1945 tentang kebebasan untuk
mendirikan partai, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai menjadi 10 buah
saja. Di zaman Demokrasi Terpimpin tidak diadakan pemilihan umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah runtuhnya rezim Demokrasi Terpimpin yang
semi-otoriter, masyarakat menaruh harapan untuk dapat mendirikan suatu sistem
politik yang demokrati dan stabil. Usaha yang dilakukan untuk mencapai harapan
tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang
sistem distrik yang masih baru bagi bangsa Indonesia. Pendapat yang dihasilkan dari seminar tersebut
menyatakan bahwa sistem distrik dapat mengurangi jumlah partai politik secara
alamiah tanpa paksaan, dengan harapan partai-partai kecil akan merasa
berkepentingan untuk bekerjasama dalam usaha meraih kursi dalam suatu distrik.
Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan membawa stabilitas politik
dan pemerintah akan lebih berdaya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakannya,
terutama di bidang ekonomi.
Karena
gagal menyederhanakan sistem partai lewat sistem pemilihan umum, Presiden
Soeharto mulai mengadakan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan
kepartaian. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mengadakan fusi diantara
partai-partai, mengelompokkan partai-partai dalam tiga golongan yaitu Golongan
Spiritual (PPP), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Karya (GOLKAR). Pemilihan umum tahun 1977 diselenggarakan dengan menyertakan tiga partai, dalam perolehan
suara terbanyak GOLKAR selalu memenangkannya.
4 .
Zaman Reformasi (1998- 2009)
Ada satu lembaga baru di dalam lembaga legislatif, yaitu DPD ( Dewan Perwakilan
Daerah ). Untuk itu pemilihan umum anggota DPD digunakan Sistem Distrik tetapi
dengan wakil banyak ( 4 kursi untuk setiap propinsi). Untuk pemilihan anggota
DPR dan DPRD digunakan sistem
proposional dengan daftar terbuka, sehingga pemilih dapat memberikan suaranya
secara langsung kepada calon yang dipilih. Dan pada tahun 2004, untuk pertama
kalinya diadakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, bukan
melalui MPR lagi.
2.1.3. Sistem
Pemilu Indonesia yang Demokrasi dan Berkedaulatan Rakyat
Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari
kedaulatan yang berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi
rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan
pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan
kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan
pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Penyelenggaraan Pemilu sangatlah
penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena :
ü Pemilu
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
ü Pemilu merupakan sarana untuk
melakukan penggantian pemimpin secara Konstitusional.
ü Pemilu
merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
ü Pemilu
merupakan sarana untuk melaksanakan
hak-hak asasi Warga Negara
ü Pemilu merupakan sarana bagi
rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Melalui Pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin
dan menyaring calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan
rakyat dalam Pemilu, dapat dipandang juga sebagai wujud partisipasi dalam
proses Pemerintahan, sebab melalui lembaga masyarakat ikut menentukan
kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Dalam sebuah
Negara yang menganut paham Demokrasi, Pemilu menjadi kunci terciptanya
demokrasi. Tak ada demokrasi tanpa diikuti Pemilu. Pemilu merupakan wujud yang
paling nyata dari demokrasi.
Inti pemerintahan demokrasi kekuasaan memerintah yang
dimiliki oleh rakyat. Kemudian diwujudkan dalam ikut seta menentukan arah
perkembangan dan cara mencapai tujuan serta gerak poloitik Negara. Keikut
sertaannya tersebut tentu saja dalam batas-batas ditentukan dalamperaturan
perundang-undangan atau hukum yang
berlaku. Salah satu hak dalam hubungannya dengan Negara adalah hak politik
rakyat dalam partisipasi aktif untuk dengan bebas berorganisasi, berkumpul, dan
menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan. Kebebasan tersebut dapat
berbentuk dukungan ataupun tuntutan terhadap kebijakan yang diambil atau
diputuskan oleh pejabat negara.
Ide demokrasi yang menyebutkan bahwa dasar
penyelenggaraan Negara adalah kehendak rakyat merupakan dasar bagi
penyelenggaraan pemilu. Pemilu yang teratur dan berkesinambungan saja tidak
cukup untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar menedekati kehendak
rakyat. Pemilu merupakan saran legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Setiap
penguasa betapapun otoriternya pasati membutuhkan dukungan rakyat secara formal
untuk melegitimasi kekuasaanya. Maka selain teratur dan berkesinambungan,
masalah system atau mekanisme dalam penyelenggaraan pemilu adalah hal penting
yang harus diperhatikan.
Akan tetapi, partisipasi rakyat tidak hanya berupa
partisipasi dalam mekanisme lima tahunan (pemilu) itu saja. Partisipasi tidak
indetik dengan memilih dan dipilih dan dipilih pemilu. Khusus bai rakyat yang
dipilih, mereka berhak dan bertanggungjawab menyuarakan aspirasi atau keritik
kapan saja terhadap para wakil dan pemerintahan lazim disebut gerakan
ekstraparloementer. Hal ini mengingatkan kenyatan bahwa baik pemerintah maupun
wakil rakyat yang mereka pilih bisa saja membuat kebijakan yang bertentangan
dengan aspirasi mereka. Dalam hal kebijakan yang tidak memihak aspirasi rakyat,
misalkanan para wakir sering diam saja. Atau malah kongkalikong dengan
pemerintaha. Untuk itu, masyarakat tetap harus tetap mengawasi mereka dan tidak
hanya tunggu saat pemilu. Inilah yang juga disebut demokrasi parstipatoris.
Dalam demokrasi, semua warga Negara diandaiakan memiliki hak-hak politik yang
sama; jumlah suara yang sama, hak pilih yang sama, akses atau kesempatan yang
sama untuk medapatkan ilmu pengetahuan. Tidak seorang pun mempunyai mempunyai
pengaruh lebih besar dari orang lain dalam proses pembuatan kebijakan. Kesamaan
disini juga termasuk kesamaan di depan hukum; dari rakyat jelata sampai pejabat
tinggi, semuanya sama dihadapan hukum.
Pemilihan umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam
praktek bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat
untuk menyatakan kedaulatan rakyat atas Negara dan Pemerintah. Pernyataan
kedaulatan rakyat tersebut dapat diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat
untuk menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan di sisi lain
mengawasi pemerintahan Negara. Karena itu, fungsi utama bagi rakyat adalah
“untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka”.
2.2.
Hak Pilih Warga Negara dalam Pemilu di Indonesia
Hak pilih warga negara dalam Pemilihan Umum adalah salah
satu substansi terpenting dalam perkembangan demokrasi, sebagai bukti adanya
eksistensi dan kedaulatan yang dimiliki rakyat dalam pemerintahan. Pemilihan
Umum sebagai lembaga sekaligus praktik politik menjadi sarana bagi perwujudan
kedaulatan rakyat sekaligus sebagai sarana artikulasi kepentingan warga negara
untuk menentukan wakil-wakil mereka.
Hak memlilih dan dipilih ini haruslah sesuai hati nurani,
bukan karena paksaan atau di bawah ancaman. Setiap warga negara yang telah
memenuhi syarat, di antaranya berusia minimal 17 tahun dan/atau sudah menikah
mempunyai hak ini. Namun bagaimana dengan mereka yang tergabung dalam korps
militer, di mana hak mereka untuk dipilih dan memilih telah dicabut karena
dikhawatirkan adanya tekanan dari atasan sehingga hak yang diberikan tidak
murni lagi. Apakah ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia? Bukankah para
anggota korps militer pun merupakan warga negara Indonesia yang telah memenuhi
syarat untuk mendapatkan hak dipilih dan memilih? Permasalahan ini sangat
terkait dengan masalah politik, dalam pemikiran politikus bilamana militer
dilibatkan dalam pemerintahan maka pemerintahan tidak akan demokratis namun
cenderung otoriter dan militeristis sebagaimana pola yang terdapat dalam
militer. Di sisi lain, demokrasi berarti bahwa setiap elemen harus dilibatkan,
semua berhak mengemukakan pendapat pribadinya dengan bertanggung jawab.
Kemerdekaan dan kebebasan atas hak-hak pribadi (hak-hak
sipil dan politik) adalah bagian dari upaya bangsa dan negara untuk memberikan
jaminan perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia, sebagaimana yang diatur
di dalam Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Negara selain itu juga bertanggung jawab untuk
selalu memberikan pemahaman kepada rakyat bahwa kebebasan dan demokrasi yang
hidup dan berkembang di Indonesia tetap memiliki batasan sebagaimana yang
diatur di dalam Pancasila dan UUD 1945 sehingga demokrasi konstitusional yang
berkembang akan selalu dilandasi dengan prinsip kebebasan dan kemerdekaan yang
bertanggung jawab.
2.3.
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pemilu yang Dianut oleh Indonesia
Pemilu memiliki
berbagai macam sistem, tetapi ada dua sistem yang merupakan prinsip dalam
pemilu dan sistem ini termasuk dari sistem pemilihan mekanis . Sistem tersebut
adalah:
1. Sistem Perwakilan Distrik ( Satu daerah pemilihan memilih satu wakil )
Di dalanm
sistem distrik satu wilayah kecil memilih satu wakil tunggal atas dasar suara
terbanyak, sistem distrik memiliki variasi, yakni :
Firs Past The Post : Sistem yang
menggunakan single memberdistrik dan pemilihan yang
berpusat pada calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara terbanyak.
The Two Round System
: Sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai landasan untuk menentukan
pemenang pemilu. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang yang memperoleh
suara mayoritas.
The Alternative Vote
: Sama seperti Firs Past The Post
bedanya para pemilih diberi otoritas untuk menentukan preverensinya melalui
penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
Block Vote
: Para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam
daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan Sistem Distrik
·
Sistem ini mendorong
terjadinya Integrasi antar Partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan
hanya satu.
·
Perpecahan
partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong
penyederhanaan partai secara alami.
·
Distrik merupakan daerah
kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya,
dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
·
Bagi
partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
·
Jumlah partai yang terbatas
membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan Sistem Distrik
· Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh
dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
·
Partai kecil dan minoritas
merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
·
Sistem
ini kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
·
Wakil rakyat terpilih
cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.
2. Sistem Perwakilan Proposional (Satu daerah pemilihan memilih beberapa
wakil )
Sistem perwakilan proposional ialah sistem, di mana
kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada tiap-tiap partai
politik, disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan jumlah suara yang
diperoleh tiap-tiap partai politik. Sistem ini juga disebut perwakilan
berimbang atau multi member constituenty. ada dua macam sitem di dalam sitem
proporsional, yakni ;
List
Proportional Representation : Disini partai-partai peserta pemilu
menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai.
alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
The Single Transferable Vote : Para pemilih di beri otoritas untuk
menentukan preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
Kelebihan Sistem Proposional
·
Dianggap
lebih mewakili suara rakyat karena perolehan suara partai sama dengan
persentase kursinya di parlemen.
·
Setiap
suara dihitung dan tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil dan minoritas
bisa mendapat kesempatan untuk menempatkan wakilnya di
parlemen. hal ini sangat mewakili masyarakat heterogen dan pluralis.
Kelemahan Sistem Proposional
·
Berbeda
dengan sistem distrik, sistem proporsional kurang mendukung integrasi partai
politik. Jumlah partai yang terus bertambah menghambat integrasi partai.
·
Wakil rakyat kurang akrab
dengan pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan
kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
·
Banyaknya
partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi
mayoritas.
Kelemahan Sistem Pemilu yang Memberikan
Peluang Money Politic
Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang
diberikan untuk menyoggok atau memengaruhi keputusan masyarakat agar memilih
partai atau perorangan tersebut dalam pemilu, padahal praktek money politic merupakan praktek yang
sangat bertentangan dengan nilai demokrasi.
Lemahnya
Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money politic ini menjamur luas di
masyarakat. Maraknya praktek money
politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam
mengantisipasi terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini telah hadir dari zaman
orde baru tetapi sampai saat ini masih banyak hambatan untuk menciptakan sistem
pemilu yang benar-benar anti money
politic.
Praktek
money politic ini sungguh misterius
karena sulitnya mencari data untuk membuktikan sumber praktek tersebut,
namun ironisnya praktek money politic
ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya Sistem
demokrasi pemilu di Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda
dibandingkan sistem pemilu demokrasi di Amerika yang sudah matang.
Hambatan terbesar dalam pelaksanaan pemilu demokrasi di Indonesia yaitu
masih tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik. Elit-elit
politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan pembodohan dan
kebohongan terhadap masyarakat dalam mencapai kemenangan politik. Dewasanya,
saat ini banyak muncul kasus-kasus masalah Pilkada yang diputuskan melalui
lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran nilai demokrasi
dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa terpuruknya sistem
pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih serius.
2.4.
Solusi Mengatasi Money Politic
Kita sebagai masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mengkaji keputusan
Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus pemilu agar tidak
menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku. Calon-calon pada pemilu juga
harus berkomitmen untuk benar-benar tidak melakukan praktek money politic dan apabila terbukti
melakukan maka seharusnya didiskualifikasi saja.
Bentuk
Undang-Undang yang kuat untuk mengantisipasi terjadinya money politic dengan penanganan serius untuk memperbaiki bangsa
ini, misalnya membentuk badan khusus independen untuk mengawasai calon-calon
pemilu agar menaati peraturan terutama untuk tidak melakukan money politic.
Sebaiknya secara transparan dikemukan kepada publik sumber pendanaan
kampaye oleh pihak-pihak yang mendanai tersebut. transparan pula untuk mengungkapkan tujuan mengapa mendanai suatu partai atau perorangan,
lalu sebaiknya dibatasi oleh hukum mengenai biaya kampanye agar tidak
berlebihan mengeluarkan biaya sehingga terhindar dari tindak pencarian
pendanaan yang melanggar undang-undang. misalnya, anggota legislatif yang
terpilih tersebut membuat peraturan undang-undang yang memihak pada pihak-pihak
tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan dalam kampanye
tersebut.
Sadarilah apabila kita salah
memilih pemimpin maka akan berakibat fatal karena dapat
menyengsarakan rakyatnya. sebaiknya pemerintah mengadakan sosialisasi pemilu
yang bersih dan bebas money politic kepada masyarakat luas agar tingkat
partisipasi masyarakat dalam demokrasi secara langsung meningkat.
Perlu
keseriusan dalam penyuluhan pendidikan politik kepada masyarakat dengan
penanaman nilai yang aman, damai, jujur dan kondusif dalam memilih. Hal
tersebut dapat membantu menyadarkan masyarakat untuk memilih berdasarkan hati
nurani tanpa tergiur dengan praktek money
politic yang dapat menghancurkan demokrasi.
BAB III
PENUTUPAN
SIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
- Pemilu adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Rakyat berdaulat untuk menentukan dan memilih sesuai aspirasinya kepada partai politik mana yang dianggap paling dipercaya dan mampu melaksakanan aspirasinya. Pemilu diselenggarakan dengan tujuan untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu dilaksanakan oleh negara Indonesia dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat sekaligus penerapan prinsip-prinsip atau nilai-nilai demokrasi, meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.
- Hak pilih warga negara dalam Pemilihan Umum adalah salah satu substansi terpenting dalam perkembangan demokrasi, sebagai bukti adanya eksistensi dan kedaulatan yang dimiliki rakyat dalam pemerintahan. Pemilu merupakan suatu hak dan partisipasi masyarakat, juga sebagai penghubung antara infrastruktur politik atau kehidupan politik dilingkungan masyarakat dengan supra struktur politik atau kehidupan politik dilingkungan pemerintah sehingga memungkinnya tercipta pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat.
3.
Perbedaan pokok antara sistem
distrik dan proporsional adalah bahwa cara menghitung perolehan suara dapat
menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi
masing-masing partai politik. Kelebihan dan kelemahan
sistem politik di Indonesia pastilah selalu ada, karena di dunia ini tidak ada
yang sempurna, tinggal bagaimana kita memandang dan menjalani sistem tersebut
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
- Keterbukaan sistem pemilu di Indonesia sangat penting untuk mengatasi masalah Money Politic di Indonesia.
3.2. Saran
Hendaknya pemerintah lebih memperjelas dan mempertegas
ketentuan mengenai hak memilih ini dalam bentuk peraturan yang melindungi hak
memilih sehingga jika terjadi pelanggaran terhadap hak memilih warga Negara
maka dapat dikenakan sanksi yang tegas. Hal ini menginggat sentralnya hak
memilih warga Negara ini untuk keberlangsungan Negara yang demokratis dan
berkedaulatan rakyat. Hal ini juga penting guna memperkecil adanya indikasi
kecurangan seperti yang telah terjadi pada Pemilu Tahun 2009 dimana saat itu terdapat
masalah DPT yang tidak terdaftar. Hal ini menjadi sangat penting karena jika
Pemilu dilaksanakan tanpa adanya kejujuran dan keadilan, maka niscaya
pemimpin-pemimpin yang dihasilkan dari Pemilu itu pun tidak akan jujur dan adil
untuk rakyat.
Hendaknnya
partai politik memaksimalkan fungsi-fungsi partai yang berkaitan dengan
komunikasi, partisipasi, dan sosialisasi untuk melakukan pendidikan politik
kepada masyarakat dan tidak melakukan praktek money politic.
Bagi
masyarakat, supaya tidak mau menerima praktek money politic yang
dilakukan oleh partai politik, agar tidak menyesal untuk kedepannya dan tidak
golput dalam pemilihan dan juga harus peka terhadap partai politik.
Bagi
mahasiswa, seharusnya mahasiswa lebih peduli terhadap informasi terkait
dengan perkembangan perpolitikan di indonesia untuk meningkatkan pandangan dan
pemikiran aktual mengenai kondisi bangsa sehingga dapat menularkan ilmu yang
didapat kepada orang-orang yang disekitarnya yang belum mengerti tentang pemilu.
DAFTAR PUSTAKA
Bari Azed Abdul, Sistem-Sistem Pemilihan Umum,
Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 2000.
Chimad, Tataq.
2004. Kritik Terhadap Pemilihan Langsung. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Hak Pilih Warga Negara sebagai Sarana Pelaksanaan
Kedaulatan Rakyat dalam Pemilu. http://hukum.kompasiana.com/2012/05/17/hak-pilih-warga-negara-sebagai-sarana- pelaksanaan-kedaulatan-rakyat-dalam-pemilu-458023.html, diakses
pada 10 April 2013 Pukul 16.10 WIB.
Sejarah Pemilu Kepala Daerah di Indonesia http://politik.kompasiana.com/2010/11/30/sejarah-pemilu-kepala-daerah-
di-indonesia-322769.html diakses pada 10 April 2013
Pukul 16.20 WIB.
Somi Elektison, Hak Memilih dan
Pelanggaran Hak Hukum dalam Pemilihan Umum Legislatif tahun 2009, Jurnal
Konstitusi PKK FH Universitas Bengkulu,Volume II Nomor 1 , Juni 2009.
Ubaedillah,
dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, Hak asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wiwitna.
2013. Kelebihan dan Kekurangan serta Masa
http://wiwitna.blogspot.com/2013/03/kelebihan-dan-kekurangan-serta-masa.html, diakses pada 10 April 2013 pukul 16.45 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar